galau…◔̯◔


Meskipun bukan terbilang istilah baru, kata ‘galau’ mulai populer di sekitar awal tahun 2012. Banyak dipakai oleh kaum muda. Kata ini menunjuk pada kondisi seseorang yang bingung, dilematis, ragu, tak tentu tujuan, belum menemukan jati diri, dan semacamnya, sangat sesuai dengan kondisi tipikal anak-anak remaja. Wiktionary sendiri mengartikan kata ini dengan ‘ramai; kacau tidak keruan(terutama pikiran)’.

Kata galau juga sering dipadukan dengan kata-kata lain menjadi Andilau (antara dilema dan galau), gegana (gundah gulana), GALAU (God Always Listens and Understands), galau tingkat propinsi, galau tingkat Asia Tenggara, dll.

Sebelum kata galau ini populer, sebelumnya ada bahasa gaul dan 4l4y yang perlahan mulai meredup seiring ditemukannya kata-kata baru yang lebih menarik. Banyak dipopulerkan oleh artis atau publik figur. Mulai dari ‘sesuatu’ dan ‘alhamdulillah ya’nya Syahrini, ‘oh tidak bisa’nya Sule, atau belakangan ada ungkapan ‘kamseupay’ (kampungan sekali udik payah), ‘geje’ (ga jelas), ‘kepo’ (ingin tahu), ‘double whats?’ atau ‘teruuus, aku mesti koprol sambil bilang wooow gitu?’, ‘masbuloh’ (masalah buat loh?), ‘ciyus’ (serius), ‘miapa’ (demi apa?) dan lain-lain.

Melihat fenomena ini kita jadi tahu bahwa bahasa mengalami perkembangan seiring budaya jaman yang semakin maju. Peran media baik sebagai penyampai informasi ataupun hiburan, memiliki andil yang sangat besar. Bahasa yang anak-anak jaman sekarang namakan ‘gaul’ ini semakin meluas dengan adanya tayangan semacam sinetron,iklan, acara musik live dll yang sering ditonton kebanyakan oleh para ibu atau gadis.

Sayangnya, istilah ‘galau’ ini justru sering disalahgunakan menjadi bentuk excuse (pembenaran, pemberian alasan) untuk suatu tindakan yang melanggar aturan. Misalnya ketika seorang guru menanyakan kepada siswa kenapa tidak mengerjakan PR, maka siswa tersebut akan menjawab “lagi galau, Miss”, atau misalnya menanyakan mengapa kemarin tidak masuk sekolah, malah nongkrong di warung, dan siswa tersebut menjawab, “lagi galau, pak”. Seolah tidak ada bentuk penyesalan atau malu anak tersebut mengistilahkan malas dengan kata ‘galau’ kepada gurunya.

Fenomena semacam ini pastinya akan terus berkembang seiring berputarnya waktu ke depan. Yang mungkin perlu kita pahami adalah bahwa kreativitas itu memang baik untuk suatu perubahan positif. Yang jadi masalah adalah ketika banyak makna atau pengertian yang diputarbalikan, menjadi bentuk ambigu untuk suatu alasan. Ada baiknya kita menggunakan ragam bahasa yang unik dan menarik sebagai alat komunikasi yang positif dan bukan sebaliknya.

Leave a comment